Entri Populer

Jumat, 03 Juni 2011

Laporan

MENGHITUNG ANGKA PENTING
UNTUK NILAI ARUS
I1 = 10 mA±1 mA = 0,1 A
∆I1 = ½ ×NST Ampermeter
= ½ ×2 mA = 1mA = 0,01 A
KR = (∆I_1)/I_1 ×100%=(0,01 A)/(0,1 A)×100%
= 10 % (2 AP)
(I_1±〖∆I〗_1 )=(1,0±0,1) 〖10〗^(-1) A

I2 = 20 mA±1 mA = 0,2 A
∆I2 = ½ ×NST Ampermeter
= ½ ×2 mA = 1mA = 0,01 A
KR = (∆I_2)/I_2 ×100%=(0,01 A)/(0,2 A)×100%
= 5 % (3 AP)
(I_2±〖∆I〗_2 )=(2,00±0,10) 〖10〗^(-1) A

I3 = 30 mA±1 mA = 0,3 A
∆I3 = ½ ×NST Ampermeter
= ½ ×2 mA = 1mA = 0,01 A
KR = (∆〖 I〗_3)/I_3 ×100%=(0,01 A)/(0,3 A)×100%
= 3,33 % (3 AP)
(I_3±〖∆I〗_3 )=(3,00±0,10) 〖10〗^(-1) A

I4 = 40 mA±1 mA = 0,4 A
∆I4 = ½ ×NST Ampermeter
= ½ ×2 mA = 1mA = 0,01 A
KR = (∆〖 I〗_4)/I_4 ×100%=(0,01 A)/(0,4 A)×100%
= 2,25 % (3 AP)
(I_4±〖∆I〗_4 )=(4,00±0,10) 〖10〗^(-1) A

I5 = 50 mA±1 mA = 0,5 A
∆I5 = ½ ×NST Ampermeter
= ½ ×2 mA = 1mA = 0,01 A
KR = (∆〖 I〗_5)/I_5 ×100%=(0,01 A)/(0,5 A)×100%
= 2,0 % (3 AP)
(I_5±〖∆I〗_5 )=(5,00±0,10) 〖10〗^(-1) A

UNTUK NILAI TEGANGAN
V1 = 0,30 Volt±0,05 Volt
∆V1 = ½ ×NST Voltmeter
= ½ ×0,1 Volt = 0,05 Volt
KR = (∆V_1)/V_1 ×100%=(0,05 Volt)/(0,30 Volt)×100%
= 16,67 % (2 AP)
(V_1±〖∆V〗_1 )=(3,0±0,5) 〖10〗^(-1) Volt

V2 = 0,50 Volt±0,05 Volt
∆V2 = ½ ×NST Voltmeter
= ½ ×0,1 Volt = 0,05 Volt
KR = (∆V_2)/V_2 ×100%=(0,05 Volt)/(0,50 Volt)×100%
= 10 % (2 AP)
(V_2±〖∆V〗_2 )=(5,0±0,5) 〖10〗^(-1) Volt

V3 = 0,70 Volt±0,05 Volt
∆V3 = ½ ×NST Voltmeter
= ½ ×0,1 Volt = 0,05 Volt
KR = (∆V_3)/V_3 ×100%=(0,05 Volt)/(0,70 Volt)×100%
= 7,14 % (2 AP)
(V_3±〖∆V〗_3 )=(7,0±0,5) 〖10〗^(-1) Volt

V4 = 1,00 Volt±0,05 Volt
∆V4 = ½ ×NST Voltmeter
= ½ ×0,1 Volt = 0,05 Volt
KR = (∆V_4)/V_4 ×100%=(0,05 Volt)/(1,00 Volt)×100%
= 5 % (3 AP)
(V_4±〖∆V〗_4 )=(1,00±0,05)Volt

V5 = 1,20 Volt±0,05 Volt
∆V5 = ½ ×NST Voltmeter
= ½ ×0,1 Volt = 0,05 Volt
KR = (∆V_5)/V_5 ×100%=(0,05 Volt)/(1,20 Volt)×100%
= 4,17 % (3 AP)
(V_5±〖∆V〗_5 )=(1,20±0,05)Volt

Sabtu, 20 November 2010

contoh proposal Kewirausahaan

Proposal Wirausaha

“lampu balok remang-remang”

Oleh:
Iskandar Patue
421 408 039
FISIKA B







JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2010

PROPOSAL KEGIATAN
A. Judul
Desain Bantal Cinta Romantis
B. Jenis produk
handycraf
C. Tujuan Produksi
1. Memberikan nilai kretif dan inovatif kepada masyarakat tentang desain bantal cinta romantis
2. Memberikan peluang kepada kawula muda untuk mencoba menyalurkan ide-ide krreatifnya sesuai selera masa kini.

D. Alat dan bahan
1. Alat
• Jarum tangan
• Gunting
• Pisau kater

2. Bahan
• Benang
• Kain
• Gabus
• Rangkaian lampu hias
• Kardus
• Kertas kado
• Lap ban
• Lem kertas

E. Cara pembuatan
Adapun cara pembuatan bantal pojok romnatis ini dimulai dari menggunting kain yg disesuaikan dengan selera pembuat. Misalkan segi empat untuk bantal yg berbentuk segi empat. Kain yg digunting sesuai selera tersebut di buat dua potong. Setelah itu, dijahit di tiap tepinya sehingga membentuk segi empat dan kemudian diisi dengan gabus dan di jahut lagi sampai membentuk sebuah bantal.
Setelah bantal dibuat, selanjutnya kotak surat atau kotak foto. Untuk bentuk kotak surat juga disesuaikan dengan selera. Sebagai contohnya bentuk hati. Kardus yang telah disiapkan, di gunting dan dibentuk sesuai selera. Dan kemudian di bungkus dengan kertas kado dan dilindungi dengan lap ban pada tepinya.

Setelah bantal dan kotak foto dibentuk, tinggal rangkaian lampunya yang dipasangkan pada bantal. Hal ini jg bergantung pada selera pembuat. Bantal pojok romantis adalah produk yg kreatif dan inovatif dan sangat mudah untuk membuatnya. Selain itu juga, biaya yg dibutuhkan tidak terlalu mahal.

F. Rincian biaya
NO NAMA ALAT/BAHAN BANYAKNYA HARGA PERBUAH JUMLAH
1 Jarum tangan 1 Buah @ 500 Rp 500
2 Gunting 1 Buah @ 1250 Rp 1250
3 Pisau kater 1 Buah @ 2500 Rp 2500
4 Benang 1 Rol @ 500 Rp 500
5 Kain 1 m @ 12500 Rp 12500
6 Gabus 1 Kg @ 7500 Rp 7500
7 Rangkaian lampu hias 1 Set @ 36500 Rp 36500
8 Kardus 1 Buah @ 1000 Rp 1000
9 Kertas kado 1 Lembar @ 1250 Rp 1250
10 Lap ban 2 Rol @ 1000 Rp 2000
11 Lem kertas 1 Buah @ 2500 Rp 2500
JUMLAH Rp 68000

G. Pemasaran
Setelah bantal pojok romantic ini terselesaikan, hal yang terpikirkan selanjutnya adalah bagaimana pemasarannya. Karena produk ini relavan dengan selera kaum muda, maka sektor pemasaranya adalah kaum muda. Produsen optimis produk dapat terjual laris, karena banyak moment-moment yang dirayakan kaum muda identik dengan pemberian cendra mata atau hadiah. Dan desain bantal pojok romantis adalah produk pertama yang belum pernah ada. Hal ini pasti dapat memberikan keuntungan bagi produsen.

telaah buku teks

Kelompok I
Materi
2.1. Pengertian dan Fungsi Kurikulum
A. Pengertian Kurikulum
Dalam kamus Webster tahun 1856, istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani, diartikan sebagai :
a. Suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta pacu dari start sampai finish dalam suatu perlombaan.
b. Sejumlah mata pelajaran pada perguruan tinggi.
Jadi dalam kamus ini, istilah kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Dalam pengertian lain, istilah kurikulum dalam bahasal latin, “Curiculum” sedang menurut bahasa Prancis, “Cuurier” artinya berlari. Istilah kurikulum pada awalnya dipakai dalam dunia olahraga dengan istilah “Curriculae” (bahasa latin) yaitu suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Dari dunia olahraga istilah kurikulum masuk ke dunia pendidikan yang bearti sejumlah mata kuliah di perguruan tinggi. Berikut ini pengertian kurikulum menurut beberapa pakar kurikulum, yaitu sebagai berikut.
1. Alice Miel dalam bukunya Changing the Curriculum: a Social Proses (1946) menyatakan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Kurikulum mencakup pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita, norma-norma, pribadi guru, kepala sekolah, dan seluruh pegawai sekolah.
2. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam bukunya Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956) mengartikan kurikulum adalah segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah, termasuk kurikulum. Kurikulum juga meliputi kegiatan ekstrakurikuler.
3. Harold B. Albertycs dalam bukunya Reorganizing the High School Curriculum (1965) mengartikan kurikulum sebagai semua kegiatan baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang berada di bawah tanggung jawab sekolah.
4. William B. Ragan dalam bukunya Modern Elementary Curriculum (1966) menyatakan bahwa kurikulum meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran, tetapi juga meliputi seluruh kehidupan dalam kelas, termasuk di dalamnya hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, dan cara mengevaluasi.
5. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores mengartikan kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
6. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam bukunya Secondary School Improvement (1973) mengartikan kurikulum meliputi metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan, serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
7. M. Skilbeck (1984) mengartikan The learning experiences of students, in so far as they are expressed or anticipated in goals and objectivies, plans and designs for learning and implementation of these plans and design in school environments. (pengalaman-pengalaman murid yang diekspresikan dan diantisipasikan dalam cita-cita dan tujuan-tujuan, rencana-rencana dan desain-desain untuk belajar dan implementasi dari rencana-rencana dan desain-desain tersebut di lingkungan sekolah.
8. J.Wiles & J.Bondi (1989) mengartikan The curriculum is a goal or a set of values, which are activated through a development for students. The degree to which those experiences are a true representation of the envisioned goal or goals is a direct function of the effectiveness of the curriculum development efforts. (Kurikulum ialah seperangkat nilai-nilai, yang digerakkan melalui suatu pengembangan proses kulminasi dalam pengalaman-pengalaman di kelas untuk murid-murid. Tingkat terhadap pengalaman tersebut merupakan suatu representasi yang benar terhadap cita-cita yang diimpikan ialah suatu fungsi langsung daripada efektivitas dari usaha-usaha pengembangan kurikulum)
9. Hilda Taba (1962) mengemukakan bahwa “A curriculum usually contains a statement of aims and of specific objectives; it indicates some selection and organization of content; it either implies or manifests certain patterns of learning and teaching, whether because the objectives demand them or because the content organization requires them. Finally, it includes a program of evaluation of the outcomes”. Pengertian kurikulum menurut Hilda Taba, menekankan pada tujuan suatu statemen, tujuan-tujuan khusus, memilih dan mengorganisir suatu isi, implikasi dalam pola pembelajaran dan adanya evaluasi.
10. Unruh (1984) mengemukakan bahwa “curriculum is defined as a plan for achieving intended learning outcomes: a plan concerned with purposes, with what is to be learned, and with the result of instruction”. Ini berarti bahwa kurikulum merupakan suatu rencana untuk keberhasilan pembelajaran yang di dalamnya mencakup rencana yang berhubungan dengan tujuan, dengan apa yang harus dipelajari, dan dengan hasil dari pembelajaran.
11. Marsh (1997), dia mengemukakan bahwa kurikulum merupakan suatu hubungan antara perencanaan-perencanaan dengan pengalaman-pengalaman yang seorang siswa lengkapi di bawah bimbingan sekolah.
12. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Yang dapat diartikan kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori yaitu teori kurikulum. Selain sebagai bidang studi kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan.
13. Inlow (1966) mengemukakan bahwa, Kurikulum adalah susunan rangkaian dari hasil belajar yang disengaja. Kurikulum menggambarkan (atau paling tidak mengantisipasi) dari hasil pengajaran.
14. Saylor (1958) mengemukakan bahwa, Kurikulum adalah keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi proses belajar mengajar baik langsung di kelas tempat bermain, atau di luar sekolah.
15. Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
16. John Dewey 1902;5 dalam bukunya ‘The Child and The Curriculum mengemukakan bahwa Kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
17. Frank Bobbit 1918, dalam buku ‘The Curriculum mengemukakan bahwa Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
18. S. H. Hasan (1992) , Menurut Hasan Kurikulum dapat diartikan sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seseorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut.
19. Menurut Nasution, “Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.” ( Nasution, kurikulum dan Pengajaran, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hal.5).
20. Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupannya (Al-Syaibany, 1997: 478).
21. Jacobs (1999) yang membahas mengenai kurikulum di Afrika, Kurikulum diartikan dari pandangan kependidikan yang menempatkan ilmu atau disiplin ilmu di atas segalanya (perennialism atau pun essentialism).
22. Definisi kurikulum oleh kelompok “conservative” (perenialism dan essentialism), kelompok “romanticism” (romantic naturalism), “existentialism” mau pun “progressive” (experimentalism, reconstructionism) hanya memusatkan perhatian pada fungsi “transfer” dari apa yang sudah terjadi dan apa yang sedang terjadi. Seperti dikemukakan oleh McNeil (1977:19):
Selain dari pengertian para pakar dibidang kurikulum, pengertian kurikulum menurut Undang-undang Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.
Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidika Nasional Pasal 1 ayat 19, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B. Fungsi kurikulum
Bertolak dari pengertian kurikulum, sering didengarkan istilah fungsi. Fungsi membawa akibat pada adanya hasil. Jika sesuatu itu berfungsi maka berakibat pada adanya hasil. Demikian juga sebaliknya, jika sesuatu itu tidak berfungsi akan berakibat pada tidak tercapainya hasil yang diharapkan (tujuan). Maka secara teoritis dapat diketengahkan bahwa fungsi kurikulum adalah sebagai berikut.
a. Bagi sekolah yang bersangkutan.
a.1. merupakan alat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Fungsi ini mengandung uraian tentang :
 Jenis program apa yang diselenggarakan.
 Bagaimana menyelenggarakan setiap jenis program.
 Siapa yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan.
 Perlengkapan apa yang perlu dipersiapkan.
a.2. pedoman mengatur kegiatan sehari-hari.
b. Bagi sekolah pada tingkatan yang lebih atas :
b.1. Sebagai keseimbangan :
 Apakah mata-mata pelajaran yang telah diajarkan tersebut masih perlu dimasukkan kurikulum atau tidak sebagai urutan pelajaran dalam menyelesaikan pendidikan secara vertikal.
 Apakah kecakapan tertentu yang belum diajarkan perlu dimasukkan dalam kurikulum atau tidak.
b.2. Sebagai penyiapan tenaga.
c. Bagi Masyarakat.
 Memberikan bantuan bagi pelaksanaan kurikulum.
 Memberikan saran-saran, usul, serta pendapatan sesuai dengan keperluan-keperluan yang paling mendesak untuk dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, sehingga anak-anak benar-benar dipersiapkan untuk dapat mengatasi masalah-masalah di dalam masyarakat tempat mereka hidup.


Selain itu, menurut para ahli, Alexander Inglis dalam bukunya Principle of Secondry Education (1918) mengatakan bahwa kurikulum berfungsi sebagai fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
1. Fungsi Penyesuaian (The Adjustive of Adaptive Function)
Individu hidup dalam lingkungan. Setiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara menyeluruh. Karena lingkungan sendiri senantiasa berubah dan bersifat dinamis, maka masing-masing individu pun harus memiliki klemampuan menyesuaikan diri secara dinamis pula. Dibalik itu, lingkungan pun harus di sesuaikan dengan kondisi perorangan. Di sinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan, sehingga individu bersifat well-adjusted.
2. Fungsi Integrasi (The Integrating Function)
Kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintgrasi. Oleh karena individu sendiri merupakan bagian dari masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
3. Fungsi diferensiasi (The differentiating Function)
Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan di antara setiap orang dalam masyarakat. Pada dasarnya, diferensiasi akan mendorong orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan mendorong kemajuan sosial dalam masyarakat.
Akan tetapi, adanya diferensiasi tidak berarti mengabaikan solidaritas sosial dan integrasi, karena diferensiasi juga dapat menghindarkan terjadinya stagnasi sosial.
4. Fungsi persiapan ( the propaedeutic function )
Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkuan yang lebih jauh, misal melanjutkan studi ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan belajar lebih lanjut ini sangat diperlukan, menginggat sekolah tidak mungkin memberikan semua yang diperlukan siswa atau apapun yang menarik perhatian mereka.


5. Fungsi pemulihan ( the selective function )
Perbedaan (diferensiasi) dan pemilihan (seleksi) adalah dua hal yang saling berkaitan. Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan menarik minatnya. Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang menganut sistem demokratis. Untuk mengembangkan berbagai kemampuan tersebut, maka kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel.
6. Fungsi diagnostic ( the diagnostic function )
Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan siswa untuk mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika siswa menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya melalui proses eksplorasi. Selanjutnya siswa sendiri yang memperbaiki kelemahan tersebut dan mengembangkan sendiri kekuatan yang ada. Fungsi ini merupakan fungsi diagnostik kurikulum dan akan membimbing siswa untuk dapat berkembang secara optimal.
Menurut Dakir (2004:13) beberapa komponen dalam kurikulum yang harus menunjukkan arah pada pencapaian tujuan pendidikan adalah: (1) perencanaan yang telah disusun, (2) komponen materi yang telah direncanakan, (3) metode/cara yang telah dipilih, dan (4) penyelenggara pendidikan dalam fungsinya melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan pendidikan.
Secara ringkas, Ladjid (2005:3) mengemukakan tiga fungsi kurikulum, dengan berfokus pada tiga aspek:
1. Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan tersebut, sebagai alat untuk mencapai seperangkat tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari.
2. Fungsi kurikulum bagi tataran tingkat sekolah, yaitu sebagai pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan tenaga kerja.
3. Fungsi bagi konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan program yang serasi.

Selain itu, beberapa fungsi lain dari kurikulum tidak hanya menyangkut mereka yang berada di dalam lingkungan sekolah saja, tetapi fungsi-fungsi kurikulum juga menyangkut berbagai pihak di luar lingkungan sekolah, seperti para penulis buku ajar dan bahkan para masyarakat (stakeholder). Bahkan sekarang ini, penyusunan kurikulum justru melibatkan berbagai lapisan (stakeholder) yang memang secara langsung atau tidak langsung akan turut mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keberlakukan sebuah kurikulum.
a. Fungsi kurikulum bagi penyusun buku ajar
Bagi para penyusun buku ajar, memahami kurikulum merupakan keharusan, karena untuk dapat menyusun buku ajar yang sesuai dengan kehendak kurikulum maka cara satu-satunya adalah membaca dan memahami kurikulum itu sendiri. Para penulis buku ajar mestinya mempelajari terlebih dahulu kurikulum yang berlaku waktu itu. Untuk membuat berbagai pokok bahasan maupun sub pokok bahasan, hendaknya penulis buku ajar membuat analisis instruksional terlebih dahulu. Kemudian menyusun Garis-garis Besar Program Pelajaran (GBPP) untuk mata pelajaran teretentu, baru berbagai sumber bahan yang relevan (Dakir, 2004) Dengan menggunakan kurikulum yang berlaku sebagai pedoman, buku ajar yang disusun dapat mencapai target dan tujuan pembelajaran sebagaimana yang telah tertuang di dalam kurikulum. Buku ajar yang disusun dengan baik dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, akan menjadi pedoman bagi guru terhadap buku ajar yang digunakannya, sehingga tidak menimbulkan kerancuan terhadap bahan yang diajarkan.
b. Fungsi kurikulum bagi guru
Dapat dikatakan bahwa kurikulum bagi seorang guru diibaratkan sebagai kompas, yakni kurikulum adalah pedoman bagi guru dalam usaha kegiatan belajar mengajar. Seperti diketahui bahwa setiap proses pembelajaran memiliki target capaian berupa tujuan. Dengan kata lain, tujuan pendidikan dan pengajaran telah harus diketahui oleh guru sebelum mengajar. Oleh karena itu sebelum mengajar, guru sudah harus mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, termasuk strategi yang tepat dari mata pelajaran yang akan disajikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Abdurrahman (1994:93) mengemukakan, ”untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan, diperlukan adanya strategi belajar mengajar yang tepat.” Untuk itu harus dilakukan telaah, perkiraan dan perencanaan yang baik, dengan kata lain, pendidikan dan pengajaran harus dikelola dan direncanakan dengan baik. Namun bagi guru baru, diingatkan oleh Dakir (2004) bahwa sebelum mengajar pertama-tama yang perlu dipertanyakan adalah kurikulumnya. Setelah itu barulah Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan selanjutnya guru mencari berbagai sumber yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Secara keseluruhan, kurukulum dibutuhkan oleh guru sebagai pedoman, baiak sebelum melakukan kegiatan pembelajaran ataupun pada saat proses belajar mengajar, dan bahkan sesudah proses pembelajaran tersebut berlangsung. Nurdin dan Usman (2002) mengemukakan bahwa salah satu tahapan mengajar yang harus dilalui oleh guru profesional adalah menyusun perencanaan pengajaran atau dengan kata lain disebut dengan mendesain program pengajaran. Setiap guru dituntut untuk mampu menyusun rencana pembelajaran yang akan lakukan di kelas. Secara detail guru seharusnya telah memiliki tahapan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukannya sepanjang dia berada di kelas. Hal ini tidak hanya membantu guru di dalam mengajar, tetapi juga akan membantu guru dalam mengelola kelas secara efektif dan efisien. Dalam implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, mendesain program pengajaran, melaksanakan proses belajar mengajar dan menilai hasil belajar siswa merupakan rangkaian kegiatan yang saling berurutan dan tak terpisah satu sama lainnya (terpadu).
c. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah
Kepala sekolah adalah manajer di sekolah, dalam pengertian bahwa kepala sekolah melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, pengawasan dan lain sebagainya di sekolah yang dipimpinnya. Sekolah adalah salah satu bentuk organisasi, di mana di dalamnya terdapat manajemen. Kast dan Rosenzweig (1996:569) mengemukakan bahwa: Manajemen merupakan kekuatan utama dalam organisasi untuk mengkoordinir sumber daya manusia dan material, dan para manajer bertanggung jawab untuk pelaksanaan organisasionalnya, baik untuk hasil sekarang maupun untuk potensi masa datang. Dalam kaitan kurikulum, kepala sekolah bertanggung jawab agar setiap guru yang berada di bawah pimpinannya tahu dan memahami setiap kurikulum yang sedang berlaku, dan untuk selanjutnya kepala sekolah bertindak untuk melakukan supervisi. Hamalik (dalam Dakir, 2004:16) mengemukakan bahwa: Supervisi adalah semua usaha yang dilakukan supervisor dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan, pengarahan, motivasi, nasihat dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar yang pada gilirannya meningkatkan hasil belajar. Pengertian supervisi di atas, mengamanahkan kepada kepala sekolah bahwasanya kepala sekolah bertanggung jawab terhadap sosialisasi setiap kebijakan pendidikan dan pengajaran bahkan bertanggung jawab untuk terlaksananya kebijakan-kebijakan tersebut di tingkat sekolah. Hal inilah yang diingatkan oleh Komariah dan Triatna (2005) bahwa kepemimpinan pendidikan yang diperlukan saat ini adalah pemimpin yang memiliki sikap tanggap dan cepat dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Melalui kurikulum kepala sekolah dapat melakukan tugas pembinaan kepada para guru sehingga akan diketahui berbagai kekurangan dan kelemahan proses yang sedang berlangsung.
d. Fungsi kurikulum bagi masyarakat
Fungsi kurikulum bagi masyarakat, sesunguhnya juga akan menggambarkan fungsi sekolah bagi masyarakat. Artinya, kurikulum akan mengambarkan berbagai muatan yang akan diemban oleh sekolah. Ada anggapan masyarakat yang menganggap bahwa fungsi sekolah adalah menjadi inspirattor dan menjadi motor penggerak (agent of change) bagi setiap perubahan (Nasution, 2004). Jika demikian, tentu akan sangat banyak yang diharapkan masyarakat dari sekolah. John Dewey (dalam Nasution, 2004) mengemukakan bahwa lembaga pendidikan sekolah adalah institusi yang paling efektif untuk melakukan rekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. Bahkan G.S.Counts (dalam Nasution, 2004:157) lebih jauh dari itu; dengan mengemukakan bahwa ”pendidikan tidak hanya harus membawa perubahan dalam masyarakat akan tetapi mengubah tata sosial dan mengatur perubahan sosial.” Jika demikian fungsi dan tugas yang diemban sekolah, maka hal itu sangat tergantung kepada kurikulum, k?arena kurikulum adalah pedoman dari semua kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kurikulum berperan sangat besar dalam mempercepat terjadinya proses perubahan sosial di dalam masyarakat. Teori sosiologi mengatakan bahwa: Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan, Perubahan mana dapat berupa perubahan yang tidak menarik atau kurang mencolok. Ada pula perubahan–perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun amat luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali akan tetapi ada pula perubahan yang amat cepat (Soekanto, 1996). Ini pula yang menjadi salah satu alasan mengapa kemudian kurikulum perlu dikembangkan atau bahkan mungkin diadakan perubahan. Hal itu semata-mata karena terjadinya dinamika dalam kehidupan sosial masyarakat.
Seiring dengan itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan di bidang teknologi ini telah mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat fantastis, drastis dan signifikan dalam kehidupan umat manusia di hampir segala aspek kehidupan (Bastian, 2002). Membangun masyarakat melalui pendidikan adalah keharusan yang sangat mendesak dan tidak boleh ditawar-tawar. Bastian (2002:13) mengemukakan bahwa : ”Bangsa yang tidak mampu untuk mengantisipasi perkembangan disebabkan kesalahan sistem pendidikannya yang tidak berorientasi pada pengembangan potensi pembawaan generasi mudanya secara maksimal.” Sistem pendidikan sangat tergantung dari cara pandang suatu bangsa akan pengertian apa sebenarnya hakikat pendidikan tersebut.

Kelompok II
2.1 Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang implementasi kurilkulum, yang mencakup kegiatsn pembelajaran, pengelolaan kurikulum berbasis sekolah, kurikulum dan hasil belajar, serta penilaian berbasis kelas. Silabus merupakan kerangka inti dari setiap kurikulum yang sedikitnya memuat tiga komponen utma sebagai berikut :
1. Komponen yang akan ditanamkan kepada peserta didik melalui suatu kegitan pembelajaran .
2. Kegiatan yang haru dilakukan unutk menanamkan / membentuk kompetensi tersebut.
3. Upaya yang harus dilakukan untuk mengetahui bahwa kompetensi tersebut sudah dimiliki peserta didik.
Silabus merupakn penjabaran lebih rinci daan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) yang minimal memuat kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar yang harus dimilki oleh peserta didik sehubungan dengan suatu mata pelajaran.
2.2. Tiga cara pengembangan silabus
Dalam prosesnya perkembangan silabus harus melbatkan berbagai pihak, seperti dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kota dan kabupaten, departemen agama serta sekolah yang akan mengimplementasikan kurikulum, sesuai dengan kapasitas dan proporsinya masing-masing. Namunb demikian bagi sekolah yang belum mampu atau belum memenuhi criteria seperti di atas diperbolehkan menggunakan silabus yang dikembangkan oleh BSNP, atau bisa juga mempotokopi silabus dari sekolah lain yang telah mampu mengembangkannya. Dengan demikian pengmbangan silabus dapat dikukan dengan tiga cara yaitu:
 Mengembangkan silabus sendiri ; bagi sekolah yang sudah mampu mengembangkannya, dan didukung oleh sumber daya, sumber dana, serta fasilitas dan lingkungan yang memadai.
 Menggunakan model silabus yang dikembangkan oleh BSNP; bagi sekolah yang belum mampu mengembangkannya sendiri
 Menggunakan atau mempotokopi silabus dari sekolah lain; bagi sekolah yang belum mampu mengembangkannya secara mandiri.
2.3. Isi silabus
Berkenaan dengan komponen silabus lebih rinci dikemukan oleh nurhadi (2004 : 42) bahwa silabus berisi uraian program yang mencantumkan:
 Bidang studi yang diajarkan
 Tingkat sekolah dan semester
 Pengelompokan kompetensi dasar
 Materi pokok
 Indikator
 Strategi pembelajaran
 Alokasi waktu
 Bahan atau alat serta media
 Sumber belajar
2.4 Manfaat Silabus
Pedoman bagi pengembangan pembelajaran lebih lanjut:
 Pembuatan rencana satuan pembelajaran
 Pengelolaan kegiatan pembelajaran
 Penyediaan sumber belajar
 Pengembangan sistem penilaian
2.5 prinsip dasar pengembangan silabus
 Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
 Relevansi
Relevansi mengandung arti bahwa cakupan, kedalaman, tingkat kesulitan, serta urutan penyajian materi dan kompetensi dasar dalam silabus sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik kemampuan spiritual, intelektual, sosial, emosional, maupun perkembangan fisik.
 Fleksibilitas
Fleksibilitas dalam pengembangan silabus mengandung arti bahwa keseluruhan komponen silabus dalam mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah. Guru sebagai pelaksana kurikulum, tidak mutlak harus menyajikan program dengan konfigurasi seperti dalam silbus, tetapi dapat mengakomodasi dan mengelaborasi berbagai ide baru atau memperbaiki ide-ide sebelumnya.
 Kontinuitas
Kotinuitas dalam pengembangan silabus mengandung arti bahwa setiap program pembelaran yang dikemas dalam silabus memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kompetensi dan kepribadian peserta didik.

 Efektivitas
Efektivitas dalam pengembangan silabus berkaitan dengan keterlaksanaannya dalam pembelajaran, dan tingkat pembetukkan kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam standar isi. Silabus yang efektif adalah yang dapat diwujudkan dalam pembelajran dikelas, sebaliknya silbus tersebut dapat dikatakan kurang efektif apabila banyak hal yang tidak dapat dilaksanakan.
 Efisiensi
Efesiensi dalm pengembangan silabus berkaitan dengan upaya untuk menghemat penggunaan dana, daya, dan waktu tanpa mengurangi hasil atau kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Efesiensi silbus dapat dilihat dengan cara membandingkan antara biaya, tenaga, dan waktu yang digunakan untuk pembelajaran dengan hasil yang dicapai atau kompetensi yang dapat dibentuk oleh peserta didik. Dengan demikian, setiap guru dituntut untuk dapat mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sehemat mungkin, tetapi yang dapat menghasilkan hasil belajar dan pembentukkan kompetensi peserta didik secara optimal.
 Konsistensi
Konsistensi dalam pengembangan silabus mengandung arti bahwa antara standar kompetensi, kompetensi dasar, indicator, materi pokok, pengalaman belajar, dan system memiliki hubungan yang konsisten dalam membentuk kompetensi peserta didik.
 Memadai
Memadai dalam pengembangan silabus mengandung arti bahwa ruang lingkup indicator, materi standar, pengalaman belajar, sumber belajar, dan system penilaian yang dilaksanakan dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Di samping itu, prinsip memadai juga juga berkaitan dengan sarana dan prasarana yang berarti bahwa kompetensi dasar yang dijabarkan dalam silabus, pencapaiannya ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai.
2.6 Prosedur pengembangan silabus
Untuk memberi kemudahan kepada guru dalam menyukseskan implementasi KTSP, perlu dipahami langkah-langkah pengembangan silabus. Yaitu sebagai berikut :
 Persiapan Needs/diagnostic analysis
 Penyusunan silabus
 Perbaikan
 Pemantapan
 Pelaksanaan
 Penilaian
Prosedur Pengembangan










2.7 Komponen Silabus
Menurut para ahli pembuatan kurikulu, terdapat banyak macam komponen silabus yang tersusun dalam suatu amtriks silabus . hal inilah yang harus dicermati dan dipilih oleh suatu institusi dalam mengelompokkan komponen-komponen tersebut. Setiap institusi berdasarkan criteria atau standar yang diacu dapat menetikan sendiri komponen Apa yang dipiliuh dan disusun pad matriks dalam menyusun silabus mata pelajran atau mata kuliah. Pada prinsipnya semakin rinbci silabus a\kan semakin memudahkan pengajar dalam menjabarkannya ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP(). Adapun komponen silabus suatu mata pelajaran atau mata kuliah.
 Identitas pelajaran
Identitas pelajaran dapat meliputi : nama mata pelajaran atau mata kulaih, kode mata kuliah, bobot mata kuliah, semester, dan mata kuliah parsarat jika ada.
 Standar kompetensi
 Merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukan dan harus dicapai siswa sebagai hasil belajarnya dalam setiap satuan pendidikan (SKL)
 Digunakan untuk memandu penjabaran kompetensi dasar menjadi pengalaman belajar
 Urutan (sekuens) standar kompetensi menggunakan pendekatan prosedural dan hierakhis
 Pendekatan prosedural digunakan apabila standar kompetensi yang diajarkan berupa serangkaian langkah-langkah secara urut dalam mengerjakan suatu tugas pembelajaran.
 Pendekatan hirarkis menunjukkan hubungan yan bersifat subordinate/berjenjang antara beberapa standar kompetensi yang ingin dicapai. Dengan demikian ada yang mendahului dan ada yang kemudian. Standar kompetensi yang mendahului merupakan prasyarat bagi standar kompetensi yang berikutnya.
 Kompetensi dasar
Rincian dari standar kompetensi, berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang secara minimal harus dikuasai siswa
Urutannya (sekuens) menggunakan pendekatan: prosedural, hierarkis, mudah-sukar, konkrit-abstrak, spiral, tematik/ terpadu, dsb.
Contoh Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

 Indikator
 Merupakan kompetensi dasar yang lebih spesifik
 Dikembangkan oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan potensi siswa
 Menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan cakupan materinya terbatas, contoh: menghitung, menafsirkan, membandingkan, membedakan, menyimpulkan, dsb.
 Digunakan lebih lanjut dalam pengembangan instrument tes
 Materi pokok
 Pokok-pokok materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa untuk mencapai kompetensi dasar
 Jika ditetapkan secara nasional, tugas pengembang silabus menjabarkannya menjadi uraian materi pembelajaran
 Jenis materi: fakta, konsep, prinsip, prosedur.
 Dirumuskan dalam bentuk kata benda atau kata kerja yang dibendakan
Buku teks hanya merupakan salah satu bahan rujukan penetapan materi pokok
Contoh Materi Pokok

Reigeluth,(1987:98) mengklasifikasi materi pembelajaran menajadi 4 jenis, yaitu:
• Fakta adalah asosiasi anatara objek, peristiwa, atau symbol yang ada atau mungkin ada dalam lingkungan nyata.
• Konsep adalah sekelompok objek atau peristiwa atau symbol yang memiliki karakteristik umu
• Prinsip adalah hubungan sebab akibat antara konsep.
• Prosedur adalah urutan langkah untuk mencapai suatu tujuan
• Pengalaman belajar
Pengalaman dan kegiatan siswa menunjukan aktivitas belajar dalam mencapai penguasaan standar kompetensi,kompetensi dasar, dan materi pembelajaran.
Pengalaman belajar adalah kegiatan fisik maupun mental yang perlu dilakukan oleh siswa dalam menacapi kompetensi dasar dan materi pembelajaran.
Pengalam belajar ranah kognitif, Psikomotorik dan Afektif
• Kompetensi ranah kognitif meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisa, mensitesiskan, dan menilai
• Kompetensi ranah psikomotorik meliputi tingkatan gerkan awal, semi rumit,gerakan rutin.
• Kompetensi Afektif meliputi tingkatan pemberian respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
• Strategi pembelajaran
Merupakan bentuk/pola umum kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, terdiri atas :
• Kegiatan tatap muka, berupa kegiatan pembelajaran dalam bentuk interaksi langsung antara guru dengan siswa (ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi seminar, kuis, tes).
• Kegiatan non tatap muka, berupa:
 Kegiatan pembelajaran yang bukan interaksi guru-siswa (mendemonstrasikan, mempraktikkan, mengukur, mensimulasikan, mengadakan eksperimen, mengaplikasikan, menganalisis, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah).
 Kegiatan pembelajaran kontekstual
 Kegiatan pembelajaran kecakapan hidup
 Alokasi waktu
 Perkiraan berapa lama siswa mempelajari materi yang telah ditentukan dengan memperhatikan tingkat kesulitan materi, luas materi, lingkup/cakupan materi, tingkat pentingnya materi
 Perlu memperhatikan alokasi waktu per semester dalam kalender pendidikan
 Perlu dipertimbangkan juga waktu untuk remedial, pengayaan, tes/ulangan, dan cadangan
 Jika alokasi waktu ditetapkan secara nasional, maka pengembang silabus tinggal mendistribusikannya dalam program semester
 Sumber bahan/acuan/rujukan
 Rujukan, referensi atau literatur yang bisa digunakan
 Bukan hanya buku teks, tetapi juga: jurnal, hasil riset, internet, dsb.
 Mengikuti cara penulisan yang standar (nama pengarang, tahun terbit, judul buku, kota, nama penerbit)
 Penilaian
Penilaian ini berarti serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan informasi; dan kemudian menggunakan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan.

 Tahapan Penyusunan
 Identifikasi Kompetensi Dasar
 Silabus
 Program Semester
 Satuan Pembelajaran
 Standar kompetensi
 Kompetensi dasar
 Indikator
 Materi pembelajaran
 Kegiatan belajar
 Penilaian
 alokasi waktu
 sumber belajar
Contoh Format Silabus
Silabus
Satuan pendidikan : SD
Mata pelajaran : ilmu pengetahuan sosial
Kelas / semester : IV / semester 2
Standar kompetensi : mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten, kota, dan provinsi.
Kompetensi dasar indikator Materi pembelajaran Kegiatan belajar penilaian Alokasi waktu Sumber belajar
1 2 3 4 5 6 7
1.1 mengenal perkembangan teknologi produksi, sereta pengalaman menggunakannya 1.1.1 menguraikan
1.1.2. menuinjukkan
1.2.3 menjelaskan
1.2.4 memberi contoh Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi, serta cara menggunakannya Diskusi
Pengamatan
Tanya jawab Penilaian proses dan penilaian hasil 2 x 35 menit Peta timbul gambar

 Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Pengembangan Silabus
 Alokasi waktu yang disediakan untuk menyelesaikan sebuah tema
 Pencapaian kompetensi setiap aspek saling terkait, sehingga tidak memungkinkan untuk dipisahkan.
 Untuk memudahkan keterbacaan dan korelasi antara komponen-komponen silabus, maka format silabus dibuat sesuai dengan contoh/model silabus
 Kegiatan pembelajaran dalam silabus bahasa asing diharapkan dapat mewujudkan akulturasi budaya positif dari kedua pengguna bahasa
 Aplikasi kegiatan pembelajaran hendaknya kontekstual, dan memasukkan unsur-unsur lingkungan serta budaya sesuai dengan kondisi setempat.
 Uraian materi yang disajikan merupakan rangkaian materi yang harus dicapai setiap aspek.

Kelompok IV
A. Pengembangan Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP)
Pendidikan pada era reformasi sudah cukup memperoleh perhatian terutama berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan karena rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Namun indikator ke arah peningkatan mutu tersebut belum menunjukkan keberhasilan yang berarti. Upaya peningkatan kualitas pendidikan juga ditempuh dalam rangka mengantisipasi berbagai perubahan dan tuntutan kebutuhan masa depan yang akan dihadapi. Upaya sentralnya berporos pada pembaruan kurikulum pendidikan.
Perubahan kurikulum yang dilakukan oleh Depdiknas mulai dari KBK, kemudian KTSP untuk mengantisipasi perubahan dan tuntutan masa depan yang akan dihadapi siswa sebagai generasi penerus bangsa. Langkah ini dilakukan setelah diketahui bahwa kurikulum yang telah diterapkan selama ini, yaitu Kurikulum 1994, mayoritas masih berbasis materi. Di samping itu, penjabaran materi antarkelas tidak dapat dilihat dengan jelas kesinambungannya.
1. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan seperangkat rencana/peraturan yang menekankan pada cara belajar siswa aktif secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara pegetahuan, sikap dan keterampilan. Menurut Mudjito, kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan/isi pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, diantaranya sebagai berikut :
 Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
 Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
 Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
 Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
 Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
 Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
 Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :
 Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
 Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
 Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
 Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
 Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
2. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, merupakan kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTEK tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objektif, namun subjektif, dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
Berdasarkan pengertian diatas, Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum berbasis kompetensi diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. Kurikulum Berbasis Kompetensi menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjanya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian, konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep memecahkan semua masalah pendidikan. Namun, dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.
KBK lahir sebagai implikasi dari Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom. Ada 3 landasan yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu :
1) Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok kearah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing, serta tidak bergantung orang lain. Untuk itu diperlukan pengaturan kelas yang fleksibel baik sarana maupun waktu.
2) Pengembangan konsep belajar tuntas ( mastery learning ) atau belajar sebagai penguasaan (learning of mastery ). Suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat, maka semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik.
3) Pendefinisian kembali terhadap bakat. Dalam kaitan ini Hall (1986) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup.
Impikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi adalah perlunya pengembangan silabus dan penilaian yang menjadikan peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill. Silabus yang dimaksudkan disini adalah sebagai acuan uuntuk merancang dan melaksaanakan program pembelajaran, sedangkan penilaian tersebut mencakup indikator dan instrumen yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen dan contih instrumen.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran. Kurikulum berbasis kompetensi juga memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil demonstrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik. Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memilki karakteristik sebagai berikut:
 Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
 Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan-pendekatan metode yang bervariasi.
 Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memiliki unsur edukatif.
 Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.



3. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikem¬bangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan Komite Sekolah, atau Madrasah dan Komite Madrasah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi kelulusan.
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakaqn keharusan agar sistem pendidikan nasional tersebut selalu relevan dan kompetitive. Hal tersebut juga sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan menampilkan kekhasan atau keunggulan masing-masing satuan pendidikan, sebelum menyusun KTSP satuan pendidikan terlebih dahulu perlu melakukan kajian atau analisis tentang potensi kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi baik pada saat ini maupun masa datang. Hasil analisis ini akan menjadi acuan dalam pengembangan visi, misi, strategi, dan program-program pembelajaran yang relevan dengan kondisi, potensi dan kebutuhan peserta didik serta daerah sekitarnya. KTSP memupunyai beberapa landasan, landasan tersebut adalah :
 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
 PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
 Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi.
 Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
A S P E K KURIKULUM 1994 KURIKULUM 2004/KBK
PENGAMBILAN KEPUTUSAN Semua aspek kurikulum ditentukan oleh Departemen (Pusat) Pembagian wewenang dalam menentukan kurikulum
PUSAT PERHATIAN Penyampaian materi pelajaran oleh guru Kompetensi dasar yang dikuasai siswa
PROSES Teaching: berpusat pada guru, metoda monoton, guru sumber ilmu utama Learning: berpusat pada siswa, metoda bervariasi, guru sebagai fasilitator
HASIL PENDIDIKAN Tekanan berlebihan pada aspek kognitif Menekankan pada keutuhan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
EVALUASI Acuan norma dan tes obyektif Acuan kriteria, tes, dan portofolio
 Permendiknas No. 24/2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006.
Karakteristik KTSP dapat diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga pendidikan, serta sistem penilaian karakteristik KTSP sebagai berikut ”pemberian otonomi yang luas kepada sekolah satuan pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan profesional , serta tim kerja yang kompak dan transparan.
B. Perbedaan Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004 (KBK)
Seperti yang kita ketahui bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah/sekolah. Kondisi yang terjadi dalam pendidikan masih menggunakan kurikulum yang seragam untuk semua tempat. Semua komponen dan gerak diatur oleh pusat, sehingga belum mengakomodasi keragaman yang ada. Tujuan pembelajaran pun belum tercapai secara optimal. Di mana pada kurikulum 1994 hanya terfokos pada terselesainya materi yang akan diajarkan tanpa memperhatikan keikutsertaan peserta didik untuk terlibat langsung dalam proses belajar mengajar. Hal ini membuat peserta didik tidak akan paham dan mengerti tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya. Beda halnya dengan kurikulum 2004 (KBK), disini menuntun peserta didik untuk lebih kreatif dalam menentukan sikap serta mengembangkan pengetahuan dalam berbagai masalah yang akan didapatkannya dalam materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Namun hal ini akan jauh lebih efektif jika semua peserta didik terlibat langsung dalam proses belajar mengajar. Berikut ini terdapat perbedaan yang jelas antara kurikulum 1994 dengan kurikulum 2004/KBK yang dituangkan dalam tabel





















Menurut Masnur (2007), di era otonomi ini kurikulum nasional bukan harga mati. Era globalisasi sarat dengan inovasi, termasuk kurikulum. Guru harus mampu menjalankan perannya secara professional. Dunia pendidikan harus melakukan upaya-upaya yang lebih mendasar terhadap pengembangan kurikulum. Inilah mengapa kurikulum selalu mengalami perubahan.
C. Perbedaan Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2006 (KTSP)
Perbedaan kurikulum 1994 dan KTSP dapat ditinjau dalam beberap hal yang diantaranya adalah berdasarkaan filosofi, tujuan, materi, proses pembelajaran dan cara penilaian.
1. Kurikulum 1994
 Filosofi
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem catur wulan. Dengan sistem catur wulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). Ralph Tyler (1949) mengemukakan asas yang digunakan sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum yaitu azas filosofis yakni filsafat suatu bangsa.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. Kurikulum 1994 sesuai dengan aliran filsafat perenialisme, karena pada kurikulum 1994 lebih fokus kepada aspek kognitif dan mengabaikan aspek-aspek lainnya.
 Tujuan
Secara umum tujuan diterapkannya kurikulum 1994 adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui siswa mampu menguasai materi yang diberikan, bahan ajar berdasarkan TIU (Tujuan Institusional Umum) dan TIK (Tujuan Institusional Khusus) dan menyiapkan siswa melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.
Pada kurikulum 1994 muncul istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kegiatan belajar cenderung di dalam kelas, mengejar target berupa materi yang harus dikuasai, berorientasi kognitif. Bahan ajar yang akan disampaikan oleh guru harus berdasarkan pada TIU dan TIK (tujuan pembelajaran). Selain itu, kurikulum 1994 bertujuan untuk membekali siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
 Materi
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia dalam artian materi pembelajaran ditentukan oleh pemerintah. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial supaya tercapai target. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
 Proses pembelajaran
Pada kurikulum 1994 muncul istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kegiatan belajar cenderung didalam kelas. Proses pembelajaran bersifat klasikal dengan tujuan menguasai materi pelajaran. Guru dianggap sebagai pusat dari pembelajaran, karena guru menyampaikan materi hanya menggunakan satu metode saja, yaitu metode ceramah. Oleh karena itu guru dianggap sebagai pusat pembelajaran. Metode yang digunakan mengajar cenderung monotone yaitu ceramah, tidak menggunakan metode-metode lain yang melibatkan siswa aktif. Guru mengajar hanya mengejar target berupa materi yang harus dikuasai dan berorientasi kognitif.
 Cara penilaian
Pada kurikulum 1994 cara penilaian di fokuskan pada aspek kognitif, pemahaman siswa tentang materi. Penyusunan bahan penilaian didasarkan pada tujuan perkelas dan persemester. Pada kurikulum ini, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasarkan perolehan nilai yang dapat diperbandingkan dengan sisa lain.



2. Kurukulum 2006/KTSP
 Filosofi
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu jiwanya desentralisasi sistem pendidikan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat. Sama halnya dengan kurikulum 1994, kurikulum 2006 juga menganut filosofi pancasila dengan menitikberatkan pada rekontruktivisme.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. KTSP sesuai dengan filsafat Rekonstruktivisme. Pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
 Tujuan
Secara umum tujuan di terapkannya KTSP adalah untuk memadirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan ( otonomi kepada lembaga pendidikan dengan demikian melalaui KTSP diharakan dpat mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam mengembangkan kurikulum seperti yang kita ketahui dalam model mengelolaan kurikulum yang tersentralistis seperti kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia. Secara khusus, tujuan diterapkannya KTSP adalah :
1) Meningkat mutu pendidikan melalui kemadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2) Peningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melaui pengambilan keputusan bersama.
3) Meningatkan kopetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Sekolah dengan KTSPnya tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang telah di atur pusat akan tetapi juga sebagai pengambil keputusa tentang pengembangan dan implementasi kurikulum.
 Materi
Materi pembelajaran berkaitan dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai siswa harus sesuai dengan kompetensi pembelajaran. Materi pembelajaran ditentukan oleh sekolah berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam KTSP, guru tidak diharuskan menyampaikan semua materi pembelajaran tetapi pembelajaran harus mencapai kompetensi. KTSP tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga fokus pada aspek psikomotor dan afektif siswa. Materi pembelajaran disusun berdasarkan karakteristik mata pelajaran, perkembangan peserta didik dan sumber daya yang tersedia. Artinya guru harus aktif dan kreatif untuk mencapai kompetensi pembelajaran.
 Proses pembelajaran
Dalam KTSP, pengalaman pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi, hal ini disebabkan karena cara belajar peserta didik berbeda-beda. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau simulasi. Guru bertindak hanya sebagai fasilitator dan siswa sebagai subjek pendidikan. Kegiatan pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi juga di luar kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam menerima pelajaran. Tetapi hal yang harus diingat, pembelajaran harus didasarkan pada kompetensi dasar yang harus dicapai
 Cara penilaiaan
Evaluasi dalam KTSP di arahkan bukan hanya sekedar untuk mengukur keberhasilan setiap siswa dalam pencapaian hasil belajar, tetapi juga untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang idlakukan oleh setiap siswa. Memfokus pada tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Secara singkat perbedaan kurikulum 1994 dan kurikulum 2006/KTSP dapat dilihat pada tabel berikut ini :
NO ASPEK KURIKULUM 1994 KURIKULUM 2006/KTSP
1. Filosofi Struktur keilmuan yang menghasilkan isi mata pelajaran.”daya serap kurikulum” Struktur keilmuan dan perkembangan psikologis siswa. Sehingga berdasar pada kompetensi lulusannya
2. Tujuan Agar siswa menguasai materi yang tercantum dalam GBPP Semua siswa memiliki kompetensi yang ditetapkan
3. Materi Semua materi ditentukan oleh pemerintah Pemerintan menetapkan kompetensi yang berlaku secara nasional dan daerah/sekolah berhak menetapkan standar yang lebih tinggi sesuai kemampuan daerah/sekolah
4. Proses pembelajaran Ceramah, Guru dipandang sebagai sumber belajar
Siswa aktif, Mengembangakan berbagai metode pembelajaran, Guru sebagai fasilitator
5. Cara Penilaian Normatif Kompetensi siswa
D. Perbedaan Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah konsep kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan Kurikulum 1994. KBK merupakan sebuah konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK lahir sebagai implikasi dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, maka terjadi perubahan kebijakan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada desentralistik. Perubahan kebijakan tersebut sudah barang tentu berimplikasi pada penyempurnaan kurikulum. Melalui Kurikulum 2004, daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan dunia pendidikan di wilayahnya berdasarkan karakteristik daerah tersebut. KBK juga lahir sebagai respon atas berbagai persoalan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, diantaranya adalah pergeseran orientasi pendidikan, dari orientasi berkelompok kepada individual. Maksudnya pendidikan diarahkan untuk membentuk individu yang mempunyai potensi dan bakat yang berbeda dan bervariasi, sehingga perlu pehatikan secara berbeda. Sedangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan agar kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik di sekolah yang bersangkutan di masa sekarang dan yang akan datang dengan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional dan tuntutan global dengan semangat manajemen berbasis sekolah (MBS). Sebenarnya dalam Kurikulum 2004 juga sudah dikenal adanya KTSP, namun tidak semua sekolah diwajibkan menyusunnya. Hanya sekolah-sekolah yang memenuhi beberapa kriteria yang boleh menyusun KTSP, yaitu sekolah yang memiliki tenaga pengajar yang kompeten, memiliki biaya yang cukup, kepemimpinan yang baik dan berorientasi ke masa depan.
Berbeda dalam kurikulum 2004, dimana hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang boleh menyusun KTSP, dalam kurikulum 2006 semua sekolah wajib menyusunnya tanpa perkecualian, sehingga idealnya KTSP sekolah satu dengan lainnya tidak sama, karena karakteristik peserta didik dan kondisi sekolah satu dan lainnya berbeda-beda. Akan tetapi satuan pendidikan boleh mengadopsi atau mengadaptasi model KTSP yang tersedia dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi peserta didik serta kondisi sumber daya pendidikan sekolah yang bersangkutan. Dengan lahirnya KTSP, menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan bukan hanya ke daerah-daerah, melainkan ke sekolah-sekolah. Sekolah menjadi lebih otonom dalam melaksanakan tugas pokoknya untuk mencerdaskan peserta didiknya. Karena guru dan pihak sekolah diberi wewenang yang luas untuk menyusun sendiri kurikulumnya dengan berpegangan pada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta panduan-panduan yang telah disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Dengan demikian kurikulum di Indonesia menjadi sangat bervariasi dalam banyak hal, kecuali dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang sudah ditetapkan secara nasional oleh Pusat.
Selain itu Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006. Menerapkan secara utuh Kurikulum 2004.
Hal ini adalah sangat ironis, karena menunjukkan pemahaman yang sangat dangkal mereka terhadap Kurikulum 2006 tersebut. Mereka hanya “mengulang-ulang” pernyataan dari BSNP, aparat Pusat Kurikulum, Pejabat Depdiknas yang bermaksud meredam agar Kurikulum 2006 tidak mendapat tentangan dari ujung tombak pendidikan : guru dan sekolah, atau gejolak yang meresahkan masyarakat dan dunia pendidikan. Jika saja mereka sudah melakukan pembandingan secara mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka akan mengatakan bahwa Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata, secara signifikan. Memang harus diakui dalam beberapa hal ada kesamaan atau kemiripan antara keduanya. Berikut ini adalah rangkum perbedaan antara Kurikulum 2004/KBK dan Kurikulum 2006/KTSP.
Tabel Perbedaan kurikulum 2004/KBK dan kurikulum 2006/KTSP.

NO. ASPEK KURIKULUM 2004/KBK KURIKULUM 2006/KTSP
1. Landasan Hukum Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan UU No. 20/2003 – Sisdiknas
PP No. 19/2005 – SPN
Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan

2. Implementasi/ Pelaksanaan kurikulum Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003. Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidikan yang Dianut
Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, professional, kompetitif dam kreatif.
4. Sifat (1) Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat (2) Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur) Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan Berbasis Kompetensi
Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian
Berbasis Kompetensi
Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
7. Struktur Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
Ada perubahan nama mata pelajaran
Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD)
Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD)
Ada perubahan nama mata pelajaran
KN dan IPS di SD dipisah lagi
Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
8. Beban Belajar Jumlah Jam/minggu :
SD/MI = 26-32/minggu
SMP/MTs = 32/minggu
SMA/SMK = 38-39/minggu
Lama belajar per 1 JP:
SD = 35 menit
SMP = 40 menit
SMA/MA = 45 menit
Jumlah Jam/minggu :
SD/MI 1-3 = 27/minggu
SD/MI 4-6 = 32/minggu
SMP/MTs = 32/minggu
SMA/MA= 38-39/minggu
Lama belajar per 1 JP:
SD/MI = 35 menit
SMP/MTs = 40 menit
SMA/MA = 45 menit
9. Pengembangan
Kurikulum lebih
lanjut
Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran
Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.
Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP
Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Prinsip
Pengembangan
Kurikulum
Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
Penguatan Integritas Nasional
Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
Kesamaan Memperoleh Kesempatan
Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
Pengembangan Kecakapan Hidup
Belajar Sepanjang Hayat
Berpusat pada Anak
Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Beragam dan terpadu
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Menyeluruh dan berkesinam-bungan
Belajar sepanjang hayat
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
11. Prinsip pelaksanaan kurikulum Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
Menegakkan lima pilar belajar:
belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
belajar untuk memahami dan menghayati,
belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembela-jaran yang efektif, aktif, kreatif & menyenangkan.
Memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan perbaik-an, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisinya dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling meneri-ma dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan meman-faatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
Diselenggarakan dalam kese-imbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
12. Pedoman
Pelaksanaan
Kurikulum
Bahasa Pengantar
Intrakurikuler
Ekstrakurikuler
Remedial, pengayaan, akselerasi
Bimbingan & Konseling
Nilai-nilai Pancasila
Budi Pekerti
Tenaga Kependidikan
Sumber dan Sarana Belajar
Tahap Pelaksanaan
Pengembangan Silabus
Pengelolaan Kurikulum
tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada Kurikulum 2004.
Pada dasarnya KTSP merupakan KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL). SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam plus rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan mana yang untuk semester 1 dan 2. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004. Bila kita lihat dari beberapa aspek yang terdapat dalam KBK maupun KTSP, ada kesamaan antara keduanya. Kesamaan tersebut diantaranya adalah:
 Pendekatan pembelajaran berorintasi pada kompetensi (competence based approach).
 Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
 Penilaian memperhatikan pada proses dan hasil belajar (authentic assessment).
 Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif

Jumat, 19 November 2010

Penelitian

“Instrumen Motivasi Berprestasi Mahasiswa dalam Pembelajaran”

1. Definisi Konseptual
Motivasi menurut Donald (dalam Hardjo & Badjuri,2002) merupakan perubahan tenaga dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motif inilah yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu standar keunggulan tertentu. Ukuran standar keunggulan antara lain karena prestasi individu itu sendiri, prestasi orang lain, ataupun prestasi untuk menyelesaikan tugas (Hechkhausen dalam Monks,1999). Sedangkan menurut Gage & Barliner (1992) menyatakan bahwa motivasi merupakan hal-hal yang mendorong dan mengarahkan aktifitas seseorang.
Dalam kamus bahasa indonesia, mahasiswa didefinisikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi (Poerwadarmita, 1999). Sedangkan menurut Somadikarta (1996) mahasiswa merupakan peserta didik dari salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Daryanto (1998) mendefinisikan mahasiswa adalah seseorang yang belajar di perguruan tinggi. Lalu diperjelas oleh Salim dan Salim (2002) yang menyebutkan mahasiswa sebagai orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan dalam perguruan tinggi. Badudu dan Zaih (2001) juga mendefinisikan mahasiswa sebagai siswa perguruan tinggi. Adapun secara harfiah lebih lanjut dikatakan mahasiswa adalah sebagai siswa yang tertinggi atau paling akhir dalam status mencari ilmu. Juga Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi (Wikipedia, 2007).
Menurut McClelland (dalam Atkinson, 1964), motivasi berprestasi adalah motif untuk berprestasi yang mendorong individu, di beberapa aktivitas pekerjaan individu harus bertanggung jawab sukses atau gagal, harus ada batasan pengetahuan sehingga individu mengetahui ketika dirinya berhasil dan individu harus mengetahui bahwa ada tingkatan resiko yang harus diambil untuk mencapai kesuksesan. Motivasi berprestasi menurut Murray (dalam Chaplin, 2005) adalah motif untuk mengatasi rintangan-rintangan atau berusaha untuk melaksanakan secepat dan sebaik mungkin dengan usaha yang sungguh-sungguh. Hal ini berlangsung sampai usia dewasa dimana motivasi belajar secara konsisten berkorelasi positif dengan prestasi akademis, yaitu sebesar 98%.

Apabila sudah termotivasi dalam belajar, maka banyak tugas berjalan lancar karena terasa menarik dan menyenangkan serta membuat kecemasan dalam diri individu berkurang, kreativitas muncul, membuat individu lebih kooperatif, konsentrasi dan perhatian pun meningkat (Fiasher dkk. dalam Wlodkowski, 1999). Motivasi berprestasi merupakan pijakan dasar bagi mahasiswa untuk dapat lebih mengeksplorasi potensi dirinya, baik melalui kegiatan diskusi akademis, banyak membaca buku referensi, maupun aktif dalam keorganisasian kampus (Sumarwan, 2004).Winkel (1991) menegaskan bahwa motivasi berprestasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi akademik yang setinggi mungkin demi penghargaan kepada diri sendiri. Dalam mencapai prestasi yang setinggi mungkin, setiap individu harus memiliki keinginan yang kuat demi mencapai tujuannya. Dimana hal itu sangat tergantung pada usaha, kemampuan dan kemauan dari individu itu sendiri. Lutan (1988) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki kadar motivasi berprestasi yang tinggi memperlihatkan kecenderungan pendekatan yang positif dalam menjalankan tugasnya dan selalu berorientasi pada prestasi. Menurut Woolfolk (1993) pengertian motivasi berprestasi sebagai suatu keinginan untuk berhasil, berusaha keras dan mengungguli orang lain berdasarkan suatu standar mutu tertentu.
Dwivedi dan Herbert (dalam Asnawi, 2002) juga mengungkapkan motivasi berprestasi sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada ukuran keunggulan dibanding standarnya sendiri maupun orang lain. Sedangkan menurut Royanto (2002) motivasi berprestasi adalah keinginan mencapai prestasi sebaik-baiknya, biasanya yang menjadi ukurannya adalah diri sendiri (internal) ataupun orang lain (eksternal). Slavin (1994) juga mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai keinginan untuk mencapai sukses dan berpartisipasi dalam kegiatan, dimana sukses itu tergantung pada upaya dan kemampuan individu. Sama halnya dengan Santrock (2008) yang merumuskan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan untuk menyempurnakan sesuatu, untuk mencapai sebuah standar keunggulan dan untuk mencurahkan segala upaya untuk mengungguli.
Dari pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan motivasi motivasi belajar mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi yang memiliki dorongan atau keinginan dalam diri untuk mencapai kesuksesan yang setinggi mungkin sehingga tercapai kecakapan pribadi yang tinggi, sehingga individu berusaha keras dengan sebaik-baiknya dalam pencapaian prestasi di bidang akademik. Motivasi berprestasi mahasiswa dapat diukur berdasarkan indikator-indikator yaitu menyelesaikan tugas dengan baik, berusaha untuk unggul, menyukai tantangan, aktif dalam pembelajaran maupun organisasi kampus, dan mencari berbagai referensi.
2. Definisi Operasional
Motivasi berprestasi mahasiswa adalah adalah orang yang belajar di perguruan tinggi yang memiliki dorongan atau keinginan dalam diri untuk mencapai kesuksesan yang setinggi mungkin sehingga tercapai kecakapan pribadi yang tinggi, sehingga individu berusaha keras dengan sebaik-baiknya dalam pencapaian prestasi di bidang akademik.
3. Mengembangkan Dimensi dan Indikator
Berdasarkan tinjauan teori dan definisi operasional yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikembangkan menjadi beberapa dimensi dan indikator-indikator motivasi berprestasi mahasiswa dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Menyelesaikan tugas dengan baik
b. Berusaha untuk unggul
c. Menyukai tantangan
d. Aktif dalam pembelajaran maupun organisasi kampus
e. Mencari berbagai referensi.
4. Menetapkan jenis instrument
Instrumen yang digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi mahasiswa dalam pembelajaran adalah kuesioner yang mengacu pada Skala Likert.
5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
“Motivasi Berprestasi Mahasiswa dalam Pembelajaran”
Indikator – Indikator
Motivasi Berprestasi Nomor Butir Pernyataan Jumlah
Positif Negatif
1. Menyelesaikan tugas dengan baik
2. Berusaha untuk unggul
3. Menyukai tantangan
4. Aktif dalam pembelajaran maupun organisasi kampus
5. Mencari berbagai referensi. 1,2
4,5
9,10
13,14

17,18 3
6,7, 8
11,12
15,16

19,20 3
5
4
4

4
Jumlah 10 10 20

6. Kuesioner Motivasi Berprestasi Mahasiswa dalam Pembelajaran
Petunjuk Pengisian
Bacalah pernyataan-pernyataan di dalam kuesioner ini baik-baik, kemudian lingkarilah huruf di depan pernyataan yang menurut saudara paling sesuai dengan pendapat saudara terhadap motivasi berprestasi mahasiswa dalam pembelajaran.
1. Saya berusaha menyelesaikan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya.
a. selalu b. sering c. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
2. Saya berusaha untuk mencari pemecahan masalah dari setiap masalah yang dihadapi dalam pembuatan tugas.
a. selalu b. sering c. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
3. Saya mengabaikan semua tugas-tugas yang diberikan dosen.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
4. Saya bekerja keras agar prestasi saya dalam kegiatan pembelajaran lebih baik daripada teman-teman.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
5. Saya bersaing dengan teman-teman untuk meraihbeasiswa.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
6. Saya menghindari upaya untuk mengungguli prestasi teman-teman pada saat kegiatan belajar.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
7. Saya menghindari dari tugas-tugas yang membuat saya menjadi berprestasi.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
8. Saya membuat tugas dengan asal-asalan.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah

9. Saya terdorong untuk membuat tugas yang membuat saya lebih menantang.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
10. Saya berusaha sekuat tenaga untuk mengatasi setiap kendala yang dihadapi dalam berprestasi.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
11. Saya menolak mengerjakan tugas-tugas yang menantang.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
12. Saya merasa bosan dengan tugas-tugas yang menantang
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
13. Saya berusaha lebih unggul daripada teman-teman dalam menjawab pertanyaan dosen dan maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas dari dosen.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
14. Saya berusaha lebih unggul daripada teman-teman dalam organisasi di kampus, misalnya HMJ dan SENAT.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
15. Saya lebih baik diam ketika dosen memberikan pertanyaan dan tugas.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
16. saya tidak suka masuk dalam organisasi kampus.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
17. Saya pergi ke perpustakaan untuk membaca buku dan mengerjakan tugas.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah


18. Saya pergi ke warnet untuk menambah pengetahuan dan mendownload materi-materi yang berhubungan dengan tugas.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
19. Saya tidak suka pergi ke perpustakaan dan membaca buku .
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah
20. Saya pergi ke warnet untuk chatting dan mendownload film-film atau yang tidak bersangkutan dengan pembelajaran.
a. selalu b. sering d. kadang-kadang
d. jarang e. tidak pernah

Selasa, 02 November 2010

Profesiku

LS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List">
BAB I
HAKEKAT DAN ESENSI PROFESI
DAN
PERBEDAANNYA DENGAN PROFESI LAIN

Ø  Pengertian Profesi dan Profesional
Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik. Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, dan teknik.
Berikut pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE :
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang. Perbedaan Profesi dan Profesional adalah sebagai berikut .
PROFESI :
·         Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
·         Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
·         Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
·         Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

PROFESIONAL :
·         Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
·         Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
·         Hidup dari situ.
·         Bangga akan pekerjaannya.
Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
a.       Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
b.      Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.
c.       Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
d.      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
e.       Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan yang masuk.
f.       Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
g.      Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang gerhubungan denan layanan yang diberikan
h.      Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien
i.        Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari supervisi dalam jabatan
j.        Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
k.      Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
l.        Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan denan layanan yang diberikan
m.    Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari pablik dan kpercayaan diri setiap anggotanya
n.      Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi
                Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berdasarkan intelektual. Hal demikian dapat dibaca pula pendapat Volmer dan Mills (1966), Mc Cully (1969), dan Diana W. Kommer (dalam sagala, 2000:195-196), mereka sama-sama mengartikan profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh melalui study dan training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji (payment).
            Jadi dari beberapa pengertian dari profesi, dapat disimpulkan profesi adalah  bagian dari pekerjaan,atau dapat juga dikatakan profesi adalah suatu bentuk pekerjaan yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan keterampilan didapat melalui pengalaman kerja pada orang tertentu yang telebih dahulu menguasai keterampilan tersebut, dan terus mempebaharui keterampilannya sesuai dengan pekerjaan. Suatu profesi dapat dikatakan sebuah pekerjaan, tetapi pekerjaan belum tentu suatu profesi.
Ø  Syarat-syarat Profesi
Ada beberapa hal yang termasuk dalam syarat-syarat Profesi seperti;
a.       Menuntut adanya keterampilan yang didasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
b.      Menemukan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
c.       Menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai.
d.      Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.
e.       Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
f.       Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
g.      Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti guru dengan muridnya.
h.      Diakui oleh masyarakat, karena memang jasanya perlu dimasyarakatkan.

Ø  Perbedaan profesi guru dengan beberapa profesi lainnya
a.      Profesi Guru/ Keguruan
v  Pengertian Profesi Keguruan
Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal dan sistematis. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1) dinyatakan bahwa : “Guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Selain itu Guru dari bahasa Sansekerta, guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harfiahnya adalah “berat” adalah seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. McLeod, (1989) berasumsi guru adalah seseorang yang pekerjaanya mengajar orang lain. Kata mengajar dapat kita tafsirkan misalnya :
·         Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitip).
·         Melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik)
·         Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektip)
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal.

Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Jadi pengertian guru adalah tenaga pendidik yang pekerjaanya utamanya mengajar (UUSPN tahun 1989 Bab VII pasal 27 ayat 3).
Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru. Guru sangat berperan penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif. Breen dan Candlin dalam Nunan(1989:87) mengatakan bahwa peran guru adalah sebagai fasilitator dalam proses yang komunikatif, bertindak sebagai partisipan, dan yang ketiga bertindak sebagai pengamat.
Menurut tinjauan psikologi,kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari yang lain. McLeod (1989) mengartikan  kepribadian (personality) sebagai sifat yang khas yang dimiliki oleh seseorang. Dalam hal ini kepribadian adalah karakter atau identitas. Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia.Karena disamping sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai panutan.Mengenai pentingnya kepribadian guru,seorang psikolog terkemuka Prof. Dr Zakiah Dardjat ( 1982) menegaskan :
Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya,ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat SD) dan mereka yang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menngah) .Secara konstitsional,guru hendaknya berkepribadianh Pancasila dan UUD 45 yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan YME,disamping itu dia harus punya keahlian yang di perlukan sebagai tenaga pengajar.

b.      Syarat-syarat Profesi Seorang Guru
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya sudah ada yang mencoba menyusunnya. Misalnya National Education Associatiaon (NEA) (1948) menyaratkan kriteria berikut:

1.      Jabatan yang melibatkam kegiatan intelektual
2.      Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3.      Jabatan yang memerlukan persiapan profesiaonal yang laman.
4.      Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambugan.
5.      Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permaen
6.      Jabatan yang menentukan baku (stadarnya) sendiri
7.      Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
8.      Jabatan yang mempuyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
c.       Kode Etik Profesi Keguruan
a.      Pengertian Kode Etik
1.      Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “ Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan.”
2.      Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII,Basumi sebagai ketua umum PGRI menyatakan bahwa kode atik guru indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggalilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ketua umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kode etik guru indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan moral. (2) sebagai pedona tingkah laku.
Dari uraian diatas terlihat bahwa kode atik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh onggota profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
b.      Tujuan Kode Etik
Menurut R. Hermawan S (1979) secara umum tujuan kode etik adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
2.      Untuk menjaga dam memelihara kesejahteraan para anggotanya
3.      Untuk meningkatkan penabdian para anggota profesi
4.      Untuk meningkatkan mutu profesi
5.      Untuk meningkatkan mutu oranisasi profesi
c.       Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan memikat para anggotanya. Penetapan kode etik lasim ditetapkan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak dapat dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi daro organisasi tersebut.
d.      Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara memcampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yag semula hanya merupaka kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjuadi perturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya seagai sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meninkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
e.       Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik guru indonesi dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode guru indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku tiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugasnya mengabdi sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat. Dengan demikian kod etik guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk membentuk sikap profesional pada anggota profesi keguruan. 
1.      Seorang guru yang baik harus benar-benar berkeinginan untuk menjadi guru yang baik. Guru yang baik harus mencoba, dan terus mencoba, dan biarkan siswa-siswanya tahu bahwa dia sedang mencoba, dan bahkan dia juga sangat menghargai siswanya yang senantiasa melakukan percobaan-percobaan, walaupun mereka tidak pernah sukses dalam apa yang mereka kerjakan. Dengan demikian, para siswa akan menghargai kita, walaupun kita tidak sebaik yang diinginkan, namun kita akan terus membantu siswa yang ingin sukses.
2.      Seorang guru yang baik berani mengambil resiko, mereka berani menyusun tujuan yang sangat muluk, lalu mereka berjuang untuk mencapainya. Jika apa yang mereka inginkan itu tidak terjangkau, namun mereka telah berusaha untuk melakukannya, dan mereka telah mengambil resiko untuk melakukannya, siswa-siswa biasanya suka dengan ujicoba beresiko tersebut.
3.      Seorang guru yang baik memiliki sikap positif. Seorang guru tidak boleh sinis dengan pekerjaannya. Seorang guru tidak boleh berkata bahwa profesi keguruan adalah profesi orang-orang miskin. Mereka harus bangga dengan profesi sebagai guru. Tidak baik seorang guru untuk mempermasalahkan profesi keguruannya dengan mengaitkannya pada indeks gaji yang tidak memadai.Tidak boleh profesi guru menjadi terhina oleh guru sendiri hanya karena gajinya yang tidak memadai. Guru tidak boleh sinis pada siswa karena keterlambatan dalam menyerap pelajaran dan sebuah kenakalan. Hadapi dan perbaiki siswa secara wajar, humanis, rasional dan proprsional.
4.      Seorang guru yang baik selalu tidak pernah punya waktu yang cukup. Guru yang baik hamper bekerja antara 80 100 jam per minggu, termasuk sabtu dan minggu, istri dan keluarganya mengeluh dengan alas an yang baik, bahwa mereka kurang peduli pada istri dan keluarganya. Guru yang baik selalu mempersiapkan kelas dengan sempurna, mengidentifikasi semua siswa dan permasalahnnya, berkomunikasi dengan komite sekolah, banyak menggunakan waktu untukmenyelenggarakan administrasi pendidikan, memberikan waktu yang banyak untuk siswa berkonsultasi. Guru yang baik hamper tidak punya waktu untuk bersantai, waktunya habis untuk memberikan pelayanan terbaik untuk siswanya.
5.      Guru yang baik berpikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas menjadi orang tua siswa, yakni bahwa guru punya tanggung jawab terhadap siswa sama dengan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dalam batas-batas kompetensi keguruan. Guru harus membuka kesempatan bagi siswa untuk berkonsultasi tidak saja dalam soal pelajaran yang menjadi tugas pokoknya, tapi juga persoalan-persoalan lain yang terkait dengan proses pembelajaran.
6.      Guru yang baik harus selalu mencoba membuat siswanya percaya diri, karena tidak semua siswa memiliki rasa percaya diri yang seimbang dengan prestasinya. Seorang anak yang pintar, menguasai berbagai bahan pelajaran dengan baik, belum tentu memiliki kepercayaan diri yang sesuai dengan prestasinya untuk mengartikulasikan kemampuannya di depan orang banyak. Guru harus mampu meyakinkan mereka bahwa mereka itu mampu, bahwa mereka itu excellent, bahwa mereka itu lebih baik dari lainnya.
7.      Seorang guru yang baik juga selalu membuat posisi tidak seimbang antara siswa dengan dirinya, yakni dia selalu menciptakan jarak antara kemampuannya dengan kemampuan siswanya, sehingga mereka senantiasa sadar bahwa perjalanan menggapai kompetensinya masih panjang, dan membuat mereka terus berusaha untuk menutupi berbagai kelemahannya dengan melakukan berbagai kegiatan dan menambah pengalaman keilmuannya.
8.      Seorang guru yang baik selalu mencoba memotivasi siswanya untuk hidup mandiri, lebih independent.
9.      Seorang guru yang baik tidak percaya penuh terhadap evaluasi yang diberikan siswanya, karena evaluasi mereka terhadap gurunya bisa tidak objektif, walaupun pertanyaan-pertanyaan mereka itu penting sebagai informasi, namun tidak sepenuhnya harus dijadikan patokan untuk mengukut kinerja keguruannya.
10.  Seorang guru yang baik senantiasa mendengarkan terhadap pernyataan-pernyataan siswanya, yakni guru itu harus aspiratif mendengarkan dengan bijak permintaan-permintaan siswa-siswanya, kritik-kritik siswanya, serta berbagai saran yang mereka sampaikan.

v  Profesi selain Guru
a.      perawat
Perawat adalah tenaga profesional di bidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang yang luka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang  mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan.
Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan untuk perawatan kesehatan.
b.      Dokter
Seseorang yang belajar di Fakultas kedokteran, setelah lulus tidak dapat langsung praktik pengobatan tetapi terlebih dahulu harus mengikuti praktik di rumah sakit  selama waktu yang ditetapkan (biasa disebut co- as).  Selanjutnya mengikuti ujian profesi dokter dan setelah lulus  mendapat sertifikat/ijasah dan baru ditempatkan atau diizinkan untuk memberikan pelayanan jasa kesehatan kepada orang yang membutuhkan.
Untuk menjadi dokter (profesi) yang profesional, selain memiliki sertifikat juga harus memenuhi syarat berikut ini.
·         Kemampuan pribadi yang dilandasi keahlian pemeriksaaan, pengobatan dan memberikan rekomendasi lebih lanjut untuk kepentingan melayani pasien.
·         Melayani pasien merupakan pekerjaan yang memberikan kehidupannya.
·         Melayani pasien menjadi tang-gungjawabnya dan merupakan prestasi.
·         Tindakan pelayanan merupakan keahliannya, dan tidak melaku-kan tindakan medis yang bukan bidangnya.
·         Disiplin melalui ketaatan pada analisis ilmu kedokteran, ketaatan pada standar medis dan ketaatan pada etika profesi.
·         Kemampuan sosial dalam mem-berikan pelayanan, yang adil bagi sesama umat manusia.
Selain itu Pekerja profesi dapat dijelaskan melalui ilustrasi berikut ini.
Guru atau Dosen dapat disebut sebagai pekerja profesi karena  bidang pekerjaannya di sektor pendidikan. Untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, guru dan dosen harus memenuhi  persyaratan khusus, misalnya harus mempunyai akta mengajar dan lulus perguruan tinggi. Akan tetapi ada pula orang yang bekerja di bidang pendidikan tetapi pekerjaannya bukan sebagai pendidik melainkan sebagai tata usaha atau bagian administrasi. Walaupun lulusan perguruan tinggi tetapi tidak memiliki akta mengajar maka orang tersebut tidak berhak mengajar layaknya guru atau dosen. Atau dengan kata lain, pekerjaan sebagai guru atau dosen harus mempunyai persyaratan kewe-nangan sehingga tidak dibenarkan untuk menjadi guru apabila belum memiliki kualifikasi sebagai guru.  Hakim dan Jaksa juga merupakan pekerjaan profesi bidang hukum. Untuk pelaksanaan tugasnya keduanya harus memiliki kewenangan. Sidang pengadilan dilaksanakan oleh orang yang telah diberi kewenangan sebagai hakim atau jaksa. Akan tetapi di lingkungan ini ada pula yang tugasnya di bagian administrasi sehingga orang tersebut sering disebut sebagai karyawan kehakiman atau kejaksaan yang tidak berhak untuk melaksanakan siding perkara.
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa sebenarnya ada perbedaan antara pekerja biasa  dengan pekerja profesi. Seseorang dikatakan berprofesi, apabila ia mempunyai kecakapan khusus untuk menangani suatu bidang keahlian dan pekerjaan itu tidak boleh dilakukan oleh orang yang belum diberi kewenangan.